Kamis, 20 Agustus 2009

Sejarah Banten

Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten yang berada di jalur perdagangan internasional, berinteraksi dengan dunia luar sejak awal abad Masehi. Kemungkinan pada abad ke-7 Banten sudah menjadi pelabuhan internasional. Dan sebagai konsekuensi logisnya, Islam diyakini telah masuk dan berakulturasi dengan budaya setempat sebagaimana diceritakan dalam berita Tome Pires pada tahun 1513.

Proses Islamisasi Banten, yang diawali oleh Sunan Ampel, yang kemudian diteruskan oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang seluruh kisahnya terekam dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. Fase sejarah penting menguatnya pengaruh Islam terjadi ketika Bupati Banten menikahkan adiknya, yang beernama Nyai Kawunganten, dengan Syarif Hidayatullah yang kemudian melahirkan dua anak yang diberi nama Ratu Wulung Ayu dan Hasanuddin sebagai cikal bakal dimulainya fase sejarah Banten sebagai Kerajaan Islam (Djajadiningrat, 1983:161). Bersama putranya inilah Sunan Gunung Jati melebarkan pengaruh dalam menyebarluaskan agama Islam ke seluruh tatar Sunda hingga saatnya Sang Wali kembali ke Cirebon .

Takluknya Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang (Banten Girang) pada tahun 1525 selanjutnya menjadi tonggak dimulainya era Banten sebagai kerajaan Islam dengan dipindahkannya pusat pemerintahan Banten dari daerah pedalaman ke daerah pesisir pada tanggal 1 Muharam tahun 933 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 (Michrob dan Chudari, 1993:61).

Atas pemahaman geo-politik yang mendalam Sunan Gunung Jati menentukan posisi istana, benteng, pasar, dan alun-alun yang harus dibangun di dekat kuala Sungai Banten yang kemudian diberi nama Surosowan. Hanya dalam waktu 26 tahun, Banten menjadi semakin besar dan maju, dan pada tahun 1552 Masehi, Banten yang tadinya hanya sebuah kadipaten diubah menjadi negara bagian Demak dengan dinobatkannya Hasanuddin sebagai raja di Kesultanan Banten dengan gelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan (Pudjiastuti,2000:61).

Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Jawa, sejajar dengan Malaka. Kota Banten terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun. Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah mesjid agung (Djajadiningrat,1983:84).

Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonmian masyarakat. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda.

Selain itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda (Ekadjati (ed.),1984:97).

Wujud dari interaksi budaya dan keterbukaan masyarakat Banten tempo dulu dapat dilihat dari berkembangnya perkampungan penduduk yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara seperti Melayu, Ternate, Banjar, Banda, Bugis, Makassar, dan dari jawa sendiri serta berbagai bangsa dari luar Nusantara seperti Pegu (Birma), Siam, Parsi, Arab, Turki, Bengali,dan Cina (Leur, 1960:133-134; Tjiptoatmodjo, 1983:64). Setidaknya inilah fakta sejarah yang turut memberikan kontribusi bagi kebesaran dan kejayaan Banten.

Dalam usahanya membangun Banten, Maulana Hasanuddin sebagai Sultan Banten pertama (1522-1570), menitikberatkan pada pengembangan sektor perdagangan dengan lada sebagai komoditas utama yang diambil dari daerah Banten sendiri serta daerah lain di wilayah kekuasaan Banten, yaitu Jayakarta, Lampung, dan terjauh yaitu dari Bengkulu (Tjandrasasmita,1975:323).

Perluasan pengaruh juga menjadi perhatian Sultan Hasanuddin melalui pengiriman ekspedisi ke pedalaman dan pelabuhan-pelabuahn lain. Sunda Kalapa sebagai salah satu pelabuhan terbesar berhasil ditaklukkan pada tahun 1527 dan takluknya Sunda Kalapa tersebut ditandai dengan penggantian nama Sunda Kalapa menjadi "Jayakarta". Dengan takluknya Jayakarta, Banten memegang peranan strategis dalam perdagangan lada yang sekaligus menggagalkan usaha Portugis di bawah pimpinan Henrique de Leme dalam usahanya menjalin kerjasama dengan Raja Sunda (Kartodirdjo, 1992:33-34). 

Pasca wafatnya Maulana Hasanuddin, pemerintahan dilanjutkan oleh Maulana Yusuf (1570-1580), putra pertamanya dari Ratu Ayu Kirana, putri Sultan Demak. Kemasyhuran Banten makin meluas ketika politik ekspansinya berhasil pula menaklukkan Pakuan Pajajaran yang dibantu oleh Cirebon pada tahun 1579 sehingga Kerajaan Sunda akhirnya benar-benar runtuh (Atha, 1986:151-152,189).

Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, sektor pertanian berkembang pesat dan meluas hingga melewati daerah Serang sekarang, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah tersebut dibuat terusan irigasi dan bendungan. Danau (buatan) Tasikardi merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penduduk kota , sekaligus sebagai sumber pengairan bagi daerah pesawahan di sekitar kota . Sistem filtrasi air dengan metode pengendapan di Pengindelan Abang dan Pengindelan Putih merupakan bukti majunya teknologi pengelolaan air pada masa tersebut.

Pada masa Maulana Yusuf memerintah, perdagangan Banten sudah sangat maju dan Banten bisa dianggap sebagai sebuah kota pelabuhan emporium, tempat barang-barang dagangan dari berbagai penjuru dunia digudangkan dan kemudian didistribusikan (Michrob dan Chudari, 1993:82-83). Tumbuh dan berkembangnya pemukiman-pemukiman pendatang dari mancanegara terjadi pada masa ini. Kampung Pekojan umpamanya untuk para pedagang Arab, Gujarat , Mesir, dan Turki, yang terletak di sebelah barat Pasar Karangantu. Kampung Pecinan untuk para pedagang Cina, yang terletak di sebelah barat Masjid Agung Banten.

Masa kejayaan Banten selanjutnya diteruskan oleh Maulana Muhammad pasca mangkatnya Maulana Yusuf pada tahun 1580. Maulana Muhammad dikenal sebagai seorang sultan yang amat saleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak menulis kitab-kitab agama Islam yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Kesejahteraan masjid dan kualitas kehidupan keberagamaan sangat mewarnai masa pemerintahannya walaupun tak berlangsung lama karena kematiannya yang tragis dalam perang di Pelembang pada tahun 1596 dalam usia sangat muda, sekitar 25 tahun.

Pasca mangkatnya Maulana Muhammad, Banten mengalami masa deklinasi ketika konflik dan perang saudara mewarnai keluarga kerajaan khususnya selama masa perwalian Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir yang baru berusia lima bulan ketika ayahandanya wafat. Puncak perang saudara bermuara pada peristiwa Pailir, dan setelahnya Banten mulai kembali menata diri.

Dengan berakhirnya masa perwalian Sultan Muda pada bulan Januari 1624, maka Sultan Abul Mufakir Mahmud Abdul Kadir diangkat sebagai Sultan Banten (1596-1651). Sultan yang baru ini dikenal sebagai orang yang arif bijaksana dan banyak memperhatikan kepentingan rakyatnya. Bidang pertanian, pelayaran, dan kesehatan rakyat mendapat perhatian utama dari Sultan Banten ini. Ia berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara Islam. Dialah penguasa Banten pertama yang mendapat gelar Sultan dari penguasa Arab di Mekah (1636). Sultan Abdul Mufakhir bersikap tegas terhadap siapa pun yang mau memaksakan kehendaknya kepada Banten. Misalnya ia menolak mentah-mentah kemauan VOC yang hendak memaksakan monopoli perdagangan di Banten (Ekadjati (ed.), 1984:97-98). Dan akibat kebijakannya ini praktis masa pemerintahannya diwarnai oleh ketegangan hingga blokade perdagangan oleh VOC terhadap Banten.

Konflik antara Banten dengan Belanda semakin tajam ketika VOC memperoleh tempat kedudukan di Batavia . Persaingan dagang dengan Banten tak pernah berkesudahan. VOC mengadakan siasat blokade terhadap pelabuhan niaga Banten, melarang dan mencegah jung-jung dari Cina dan perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten yang membuat pelabuhan Banten hampir lumpuh. Perlawanan sengit orang Banten terhadap VOC pecah pada bulan November 1633 dengan mengadakan "gerilya" di laut sebagai "perompak" dan di daratan sebagai "perampok" sehingga memprovokasi VOC untuk melakukan ekspedisi ke Tanam, Anyer, dan Lampung. Kota Banten sendiri berkali-kali diblokade. Situasi perang terus berlangsung selama enam tahun, dan ketegangan masih terus terjadi hingga wafatnya Sultan Abul Mufakhir pada tahun 1651 dan digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Ma'ali Ahmad atau Pangeran Ratu Ing Banten atau Sultan Abufath Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672).

Sultan Ageng Tirtayasa yang ahli strategi perang berhasil membina mental para prajurit Banten dengan cara mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, Makassar, dan daerah lainnya. Perhatiannya yang besar pada perkembangan pendidikan agama Islam juga mendorong pesatnya kemajuan Agama Islam selama pemerintahannya.

Pelabuhan Banten yang semula diblokade VOC perlahan namun pasti mulai pulih ketika Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menarik perdagangan bangsa Eropa lainnya, seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis yang notabene merupakan pesaing berat VOC. Strategi ini bukan hanya berhasil memulihkan perdagangan Banten namun sekaligus memecah konflik politik menjadi persaingan perdagangan antar bangsa-bangsa Eropa.

Selain mengembangkan perdagangan, Sultan Ageng Tirtayasa gigih berupaya juga untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan ke wilayah Priangan, Cirebon, dan sekitar Batavia guna mencegah perluasan wilayah kekuasaan Mataram yang telah masuk sejak awal abad ke-17. Selain itu, juga untuk mencegah pemaksaan monopoli perdagangan VOC yang tujuan akhirnya adalah penguasaan secara politik terhadap Banten (Kartodirdjo, 1988:113-115,150-154,204-209). VOC yang mulai terancam oleh pengaruh Sultan Ageng Tirtayasa yang makin luas pada tahun 1655 mengusulkan kepada Sultan Banten agar melakukan pembaruan perjanjian yang sudah hampir 10 tahun dibuat oleh kakeknya pada tahun 1645. Akan tetapi, Sultan dengan tegas bersikap tidak merasa pelu memperbaruinya selama pihak Kompeni ingin menang sendiri.

Meskipun disibukkan dengan urusan konflik dengan VOC, Sultan tetap melakukan upaya-upaya pembangunan dengan membuat saluran air untuk kepentingan irigasi sekaligus memudahkan transportasi dalam peperangan. Upaya itu berarti pula meningkatkan produksi pertanian yang erat hubungannya dengan kesejahteraan rakyat serta untuk kepentingan logistik jika mengadapi peperangan. Karena Sultan banyak mengusahakan pengairan dengan melaksanakan penggalian saluran-saluran menghubungkan sungai-sungai yang membentang sepanjang pesisir utara, maka atas jasa-jasanya ia digelari Sultan Ageng Tirtayasa (Tjandrasasmita, 1995:116).

Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain semakin ditingkatkan. Pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi para pedaganga asing dari Persia, India, Arab, Cina, Jepang, Filipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari Eropa yang bersahabat, dengan Inggris, Prancis, Denmark, dan Turki.

Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke puncak kejayaannya, di samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya yang sangat disegani, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia (Ekadjati (ed.), 1984:98).

Puncak konflik antara Banten dengan VOC terjadi setelah Perjanjian Amangurat II dengan VOC membawa pengaruh politik yang besar terhadap Kesultanan Banten, dan setelah pemberontakan Trunojoyo dapat dipadamkan, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa harus berhadapan dengan VOC (Wangania, 1995:44). Pada saat yang bersamaan Kesultanan Banten mengalami perpecahan dari dalam. Putra mahkota, Sultan Abu Nasr Abdul Kahar, yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat jadi pembantu ayahnya mengurus urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan Purbaya.Pemisahan urusan pemerintahan ini dimanfaatkan VOC untuk mendekati dan menghasut Sultan Haji guna melawan ayahandanya. Dengan bantuan pasukan VOC, pada tahun 1681 Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan berhasil menguasai istana Surasowan yang kemudian berada di bawah antara ayah dan anak setahun lamanya hingga Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap akibat pengkhianatan putranya sendiri, Sultan Haji. Sultan Ageng Tirtayasa dipenjarakan di Batavia sampai ia meninggal tahun 1692 dan kemudian dimakamkan di Kompleks Mesjid Agung Banten (Ekadjati, 1995:101-102; Ensiklopedi Sunda, 2000:661; Wangania, 1995:45).

Dengan ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 17 April 1684 antara Kesultanan Banten yang diwakili oleh Sultan Abdul Kahar, Pangeran Dipaningrat, Kiai Suko Tajuddin, Pangeran Natanagara, dan Pangeran Natawijaya, dengan Belanda yang diwakili oleh Komandan dan Presiden Komisi Francois Tack, Kapten Herman Dirkse Wonderpoel, Evenhart van der Schuer, serta kapten bangsa melayu Wan Abdul Bagus, maka lenyaplah kejayaan dan kemajuan Kesultanan Banten, karena ditelan monopoli dan penjajahan Kompeni, akibat perjanjian ini Kesultanan Banten diambang keruntuhan. Selangkah demi selangkah Kompeni mulai menguasai Kesultanan Banten. Benteng Kompeni mulai didirikan pada tahun 1684-1685 di bekas benteng kesultanan yang dihancurkan, dan benteng ini dirancang oleh seorang arsitektur yang sudah masuk Islam dan menjadi anggota kesultanan yang bernama Hendrick Lucaszoon Cardeel. Benteng yang didirikan itu diberi nama Speelwijk, untuk memperingati kepada Gubernur Jenderal Speelma. Dengan demikian, praktis Banten sebagai pusat kekuasaan dan kesultanan telah pudar. Demikian pula peran Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa telah tertutup. Tidak ada lagi kebebasan melaksanakan perdagangan (Tjandrasasmita, 1995:118)

Penderitaan rakyat semakin berat bukan saja karena pembersihan atas pengikut Sultan Ageng Tirtayasa serta pajak yang tinggi, selain karena sultan harus membayar biaya perang, juga karena monopoli perdagangan Kompeni. Rakyat dipaksa untuk menjual hasil pertaniannya, terutama lada dan cengkeh, kepada Kompeni melalui pegawai kesultanan yang ditunjuk, dengan harga yang sangat rendah. Raja seolah-olah hanya sebagai pegawai Kompeni dalam hal pengumpulan lada dari rakyat. Pedagang-pedagang Inggris, Francis, dan Denmark, karena banyak membantu Sultan Ageng Tirtayasa dalam perang yang lalu, diusir dari Banten.

Kerusuhan demi kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang bergejolak selama pemerintahan Sultan Haji. Perampokan dan pembunuhan terhadap para pedagang dan patroli Kompeni, baik di luar kota maupun di dalam kota, kerap terjadi dimana-mana. Bahkan pernah terjadi pembakaran yang mengabiskan 2/3 bangunan di dalam kota. Ketidakamanan pun terjadi di lautan, banyak kapal Kompeni yang dibajak oleh "bajak negara" yang bersembunyi di sekitar perairan Bojonegara sekarang. Sebagian besar rakyat tidak mengakui Sultan Haji sebagai Sultan. Oleh sebab itu, kehidupan Sultan Haji selalu berada dalam kegelisahan dan ketakutan. Bagaimanapun penyesalannya terhadap perlakuan buruknya terhadap ayah, saudara, sahabat, dan prajurit-prajuritnya yang setia selalu ada. Akan tetapi, semuanya sudah terlanjur. Kompeni yang dulu dianggap sebagai sahabat dan pelindungnya, akhirnya menjadi tuan yang harus dituruti segala kehendaknya. Karena tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal dunia pada tahun 1687. Jenazahnya dimakamkan di pemakamam Sedakingkin sebelah utara Mesjid Agung Banten, sejajar dengan makam ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa (Ismail, 1983:7; Tjandrasasmita, 1967:46; Michrob dan Chudari, 1993:164).

Pasca peristiwa tersebut, Banten memasuki fase sejarah sebagai bagian dari daerah koloni Belanda. Dan perlawanan-perlawanan sporadis menjadi warna yang kental pada masa pemerintahan berikutnya yang praktis tak berdaulat sebagai sebuah negara sebagaimana pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, yang telah berhasil membangun negara modern yang berdaulat.


Read More..

Hilal tak Terlihat, Awal Ramadhan Sabtu

JAKARTA--Sidang itsbat yang berlangsung di Departemen Agama menyatakan hilal (bulan) tak terlihat pada Kamis (20/8). Dengan demikian, 1 Ramadhan 1430 Hijriyah jatuh pada Sabtu (22/8).

"Hilal tidak dapat dilihat, jadi Jumat (21/8) tidak bisa ditetapkan sebagai awal Ramadhan," ujar Menteri Agama (Menag), Maftuh Basyuni, pada sidang tersebut. Dengan tak tampaknya hilal (bulan baru) pada Kamis (20/8), maka bulan Sya'ban dalam kalender Hijriyah dibulatkan menjadi 30 hari hingga Jumat (21/8). Artinya, Ramadhan jatuh pada keseokan harinya.

Penetapan pemerintah atas awal Ramadhan tersebut kemudian mendapatkan tanggapan dari ormas-ormas Islam. Kendati hilal tak tampak, Menag tidak langsung menetapkan awal Ramadhan. Ia lebih dahulu meminta tanggapan dari ormas-ormas Islam, didahului oleh wakil Nahdlatul Ulama (NU), dilanjutkan Persis, dan lalu PUI. Ormas-ormas meminta Menag untuk langsung menetapkan 22 Agustus sebagai awal Ramadhan. rys/rif.Sumber:www.republika.co.id


Read More..

Rabu, 19 Agustus 2009

Syekh Bahauddin Naqshaband, Mahaguru Pembaru Tasawuf

Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad Al-Husayni Al-Uwaysi Al-Bukhari. Ia lahir di Qasrel Arifan, sebuah desa di kawasan Bukhara, Asia Tengah, pada bulan Muharram tahun 717 H/1317 M. Nasabnya bersambung kepada Rasulullah SAW melalui Sayyidina Al-Husain RA.Semua keturunan Al-Husain di Asia Tengah dan anak benua India lazim diberi gelar shah, sedangkan keturunan Al-Hasan biasa dikenal dengan gelar zadah dari kata bahasa Arab saadah (bentuk plural dari kata sayyid) sesuai dengan sabda Rasulullah SAW tentang Al-Hasan RA, ''Sesungguhnya anakku ini adalah seorang sayyid.''Shah Naqshaband diberi gelar Bahauddin karena berhasil menonjolkan sikap beragama yang lurus, tetapi tidak kering.

Kemudian, sikap beragama yang benar, tetapi penuh penghayatan yang indah.Pada masanya, tradisi keagamaan Islam di Asia Tengah berada di bawah bimbingan para guru besar sufi yang dikenal sebagai khwajakan (bentuk plural dari 'khwaja' atau 'khoja' dalam bahasa Persia berarti para kiai agung). Dan, pembesar mereka adalah Khoja Baba Sammasi yang ketika Muhammad Bahauddin lahir, ia melihat cahaya menyemburat dari arah Qasrel Arifan, yaitu saat Sammasi mengunjungi desa sebelah.Sammasi lalu memberitahukan bahwa dari desa itu akan muncul seorang wali agung. Sekitar 18 tahun kemudian, Khoja Baba Sammasi memanggil kakek Bahauddin agar membawanya ke hadapan dirinya dan langsung dibaiat. Ia lalu mengangkat Bahauddin sebagai putranya.Sebelum meninggal dunia, Baba Sammasi memberi wasiat kepada penggantinya, Sayyid Amir Kulali, agar mendidik Bahauddin meniti suluk sufi sampai ke puncaknya seraya menegaskan, "Semua ilmu dan pencerahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu kalau kamu lalai melaksanakan wasiat ini!"Meniti jalan spiritualBahauddin pun berangkat ke kediaman Sayyid Amir Kulali di Nasaf dengan membawa bekal dasar yang telah diberikan oleh Baba Sammasi. Sammasi menyatakan jalan tasawuf dimulai dengan menjaga kesopanan tindak-tanduk dan perasaan hati agar tidak lancang kepada Allah, Rasulullah, dan guru.Bahauddin juga percaya bahwa sebuah jalan spiritual hanya bisa mengantarkan tujuan kalau dilalui dengan sikap rendah hati dan penuh konsistensi. Karena itu, melakukan makna eksplisit dari sebuah perintah barangkali harus diundurkan demi menjaga kesantunan.Inilah yang dilakukan oleh Bahauddin ketika dihentikan oleh seorang lelaki berkuda yang memerintahkan dirinya agar berguru pada orang tersebut. Dengan tegas, tetapi sopan; ia menolak seraya menyatakan bahwa dia tahu siapa lelaki itu. Masalah berguru kepada seorang tokoh adalah persoalan jodoh; meskipun lelaki berkuda tadi sangat mumpuni, ia tidak berjodoh dengan Bahauddin.Setelah tiba di hadapan Sayyid Amir Kulali, Bahauddin langsung ditanya mengapa menolak perintah lelaki berkuda yang sebenarnya adalah Nabi Khidir AS? Beliau menjawab, "Karena, hamba diperintahkan untuk berguru kepada Anda semata!"Di bawah asuhan Amir Kulali, Bahauddin mengalami berbagai peristiwa yang mencengangkan. Di antaranya, beliau pernah ditangkap oleh dua orang tak dikenal dan dikirimkan ke makam seorang wali. Di sana, dia mendapatkan lentera yang minyaknya masih banyak dan sumbunya juga masih panjang, tetapi apinya hampir padam.Bahauddin mendapat ilham untuk menggerakkan sedikit sumbu itu agar aliran bahan bakar menjadi lancar. Dengan khusyuk, ia melakukannya, tahu-tahu sekat pembatas antara dunia nyata dan alam barzakh terbuka di hadapan beliau. Di balik tabir ruang dan waktu itu, Bahauddin mendapatkan semua mahaguru khawajakan yang sudah meninggal dunia, termasuk guru pertamanya, Khoja Baba Sammasi.Oleh salah seorang guru mereka, Bahauddin dihadapkan kepada kepala aliran khawajakan, yaitu Khoja Abdul Khaliq Gujdawani. Dari mahaguru yang agung ini, Bahauddin mendapatkan bimbingan langsung dalam meniti suluk sufi. Sejak saat itu, Bahauddin dikenal dengan gelar Al-Uwaysi karena mendapatkan pelajaran spiritual langsung dari seorang guru yang sudah meninggal dan tidak pernah ditemuinya di dunia. Hal ini sama dengan Uways Al-Qarny, seorang tabiin yang mendapatkan pelajaran spiritual langsung dari roh Sayyidina Rasulillah SAW.Di bawah bimbingan Amir Kulali pula, Bahauddin terus mempraktikkan semua ajaran Abdul Khaliq Gujdawani, sebagaimana beliau juga mempelajari dengan tekun ilmu-ilmu Islam lainnya, khususnya akidah, fikih, hadis, dan sirah Nabi SAW.Dan, karena wasiat dari Baba Sammasi, tidak heran kalau Amir Kulali memberikan perhatian khusus kepada Bahauddin. Setelah semua ilmu dan pencerahan spiritual yang ada pada gurunya diserap habis, Sayyid Amir Kulali memerintahkan Bahauddin untuk mengembara seraya menunjuk ke puting dadanya dan berkata, "Semua yang ada di sumber ini sudah habis kamu sedot, maka mengembaralah!"Bahauddin kemudian belajar kepada beberapa mahaguru lain, seperti Khoja Arif Dikkarani dan Hakim Ata, hingga beliau menjadi mahaguru sufi terbesar yang pernah muncul dari kawasan Asia Tengah (sekarang adalah negara-negara persemakmuran bekas USSR), Persia, Turki, dan Eropa Timur. Beliau meninggal pada malam Senin, 3 Rabiul Awwal 791 H/1391 M.Karena di dadanya terukir Lafdzul Jalalah (Allah) yang bercahaya, ia dikenal juga sebagai "Naqshaband" (bahasa Persia yang berarti: gambar yang berbuhul). Dan, kepada beliau, dinisbahkan Tarekat Naqshabandiyah yang merupakan salah satu tarekat terbesar di dunia. Tarekat ini tersebar luas di Turki, Hejaz, kawasan Persia, Asia Tengah, serta anak benua India dan Indonesia.Adanya Tarekat Naqshabandiyah ternyata mampu mempertahankan identitas keislaman di Asia Tengah dan Eropa Timur, di tengah prahara komunisme yang menerpa selama lebih dari setengah abad. Para pemimpin kebangkitan Islam di Turki, seperti Erbakan dan Erdogan, juga berafiliasi kepada tarekat ini. Bahkan, akhir-akhir ini, Tarekat Naqshabandiyah memainkan peranan sangat penting dalam penyebaran Islam di Eropa dan Amerika.Sementara itu, di Indonesia, ada beberapa cabang Tarekat Naqshabandiyah, seperti Khalidiyah, Mujaddidiyah, dan Muzhariyah. Yang terbesar adalah Tarekat Qadiriyah-Naqshabandiyah yang--sesuai namanya--merupakan hasil simbiosis dua tarekat terbesar di dunia.

Mengembalikan Esensi Tasawuf
Shah Naqshaband muncul untuk merevitalisasi perilaku beragama dengan mengajak kembali kepada tradisi yang hidup pada zaman Nabi SAW. Bagi Shah Naqshaband, hakikat sebuah tarekat adalah penerapan ajaran syariat dalam wujud yang paling sempurna dan konsisten. Sementara itu, hakikat adalah terealisasikannya "maqam kehambaan" seorang anak manusia di hadapan Allah semata.Shah Naqshaband menyatakan bahwa tasawuf adalah inti agama dan inti terdalam dari tasawuf itu sendiri adalah muraqabah, musyahadah, dan muhasabah. Muraqabah adalah melupakan segala sesuatu yang selain Allah dengan hanya memfokuskan hati dan perbuatan hanya kepada-Nya.Musyahadah adalah menyaksikan keagungan dan keindahan Allah dalam seluruh eksistensi. Sementara itu, muhasabah adalah instropeksi diri yang terus-menerus agar tidak lalai dari jalan yang mulia ini. Dengan ketiga inti tasawuf itu, hati seorang saleh terus hidup dan dihidupkan oleh zikir dan kebersamaan bersama Allah dalam setiap detak jantung dan embusan napasnya sampai dia tertidur sekalipun!Agar mencapai maqam tersebut, seorang saleh harus menjalani pelatihan di bawah bimbingan seorang mahaguru spiritual. Dialah yang akan mengajarkannya prosesi berzikir dalam hati sesuai dengan firman Allah, "Dan, sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan penuh kesungguhan dan rasa takut (akan tidak diterima amal perbuatanmu), tanpa mengangkat suara pada siang dan sore hari dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah" (QS Al-A`raaf: 205).Zikir dalam hati dipilih karena silsilah utama tarekat ini bersambung melalui Abu Bakar Ash-Shiddiq. Metode zikir ini diajari oleh Rasulullah dan berbeda dengan tarekat lain yang semuanya bersambung melalui Ali bin Abi Thalib yang diajari berzikir dengan menggunakan suara jelas. Zikir dalam hati adalah ibadah yang terbesar (sesuai dengan bunyi tekstual QS Al-`Ankabuut: 45) dan bisa dilaksanakan dalam keadaan apa pun.Zikir dalam hati yang dilakukan oleh seorang Naqsyabandi menggunakan Lafdzul Jalalah (Allah) dan Laa Ilaaha illalLaah yang dilafalkan dengan cara tertentu sebagaimana diajarkan langsung oleh seorang mahaguru sufi (syekh). Dengan prosesi zikir ini, seorang Naqshabandi meniti tangga-tangga makrifat.Shah Naqshaband pernah menyatakan bahwa shalat adalah titian spiritual yang paling efektif bagi seorang saleh asalkan shalatnya khusyuk. Untuk mewujudkannya, seorang saleh diharuskan mengonsumsi makanan yang halal baginya dan tidak pernah lalai mengingat atau "bersama" dengan Allah dalam kesehariannya, lebih khusus lagi saat berwudhu serta bertakbiratul ihram.Di sisi lain, bertasawuf bagi Shah Naqshaband adalah sebuah perilaku sosial yang positif. Bukan sekadar berbudi pekerti yang luhur, melainkan juga berbuat kebajikan kepada sesama makhluk Allah. Seorang saleh tidak boleh merasa dirinya lebih mulia dari seekor anjing sekalipun. Dia juga selalu siap mengulurkan tangan kepada siapa pun yang membutuhkan bantuan. Bahkan, bantuan tersebut bukan sekadar diberikan dalam bentuk material semata, tetapi juga rohaniah dan spiritual.Selain itu, bertasawuf juga berarti menghormati waktu. Shah Naqshaband pernah menegaskannya dalam bahasa Persia, "Orang yang berakal pasti tidak suka berkawan dengan seorang yang suka menunda-nunda pekerjaan jika mampu dilakukannya hari ini." Waktu harus digunakan untuk ibadah dalam pengertiannya yang paling komprehensif: berbuat kebajikan, baik yang ritual maupun yang sosial. Dan, tidak boleh ada waktu yang berlalu sedetik pun tanpa yakin bahwa kita selalu "mengingat" dan "bersama" Allah.Dengan demikian, bertasawuf bagi Shah Naqshaband adalah mewujudkan ketundukan penuh kepada Nabi Muhammad SAW secara paripurna: menjalankan perintahnya, menghindari larangannya, meneladani perbuatannya, dan menghayati spiritualitasnya, sesuai dengan ajaran Islam menurut mazhab ahlussunnah wal jamaah.Tidak heran kalau banyak ulama yang mengakui bahwa Tarekat Naqshabandiyah adalah saripati semua tarekat sufi. Dan, barang siapa yang suluknya tidak sesuai dengan ajaran Shah Naqshaband di atas berarti sudah keluar dari jalur yang benar meskipun mengaku sebagai pengikut beliau. Shah Naqshaband pernah menegaskan, "Tasawuf adalah syariat. Dan, barang siapa yang mengaku sebagai pengikut tasawuf, tetapi tidak menerapkan syariat, berarti dia telah tersesat!" aunul abied shah/taq

Read More..

Selasa, 18 Agustus 2009

Fath Al-Rahman, Kitab Pencari Surah dan Nomor Ayat dalam Alquran


Kitab ini tidak begitu populer di dunia pesantren karena tidak berkaitan dengan masalah kehidupan umat Islam.

Ada seorang santri bertanya kepada seorang ustaz di salah satu pesantren. Dia bertanya tentang ayat yang membahas puasa. Kendati secara rutin bergelut dengan bidang agama dan banyaknya pelajaran yang harus dihafal, ia pun lupa akan ayat yang membahas puasa.''Ustaz, ayat yang membahas puasa itu surah apa dan ayat berapa, ya?'' tanya santri.

Sang ustaz, bukannya menjawab nama surah dan ayatnya, malah ikut-ikut lupa nomor ayat dan surahnya. ''Ayat yang membahas puasa itu berbunyi, ''Ya Ayyuhalladzina Amanu kutiba 'alaikumush shiyamu kama kutiba 'alal ladzina min qablikum la'allakum tattaqun ,'' jelas ustaz.

Karena tak sesuai dengan yang ditanyakan, sang santri bertanya lagi. ''Bukan bunyinya, ustaz, yang saya inginkan. Kira-kira, ayat tersebut terdapat dalam surah apa dan ayat berapa?'' tanya santri. Karena benar-benar lupa, sang ustaz pun tidak bisa memberikan jawaban yang spesifik.
Gambaran di atas merupakan contoh nyata yang sering kali dialami umat Islam ketika diminta untuk menunjukkan nama surah dan nomor ayat yang membahas satu topik permasalahan.


Bukan hanya yang berkaitan dengan puasa, banyak santri yang juga tidak hafal nomor ayat atau surah yang membahas waris ( faraidl ), zakat, shalat, larangan minum khamar , zina, poligami, dan lain sebagainya. Sebagian di antara mereka hafal bunyi ayatnya, namun tidak ingat nama surah atau nomor ayat yang membahas hal tersebut.

Tak hanya santri; para dai, ulama, mubaligh, dan umat Islam secara keseluruhan sering kali lupa ketika menghafal satu ayat dalam Alquran tentang surah dan nomor ayatnya. Memang, sebagian mereka menganggap tidak terlalu penting surah dan nomor ayat, yang terpenting bagi mereka adalah hafal bunyi ayatnya. Karena itu, tak heran bila banyak ulama, dai, atau penceramah yang pandai mengucapkan bunyi ayat Alquran, namun tidak disertai dengan penyebutan nama surah dan nomor ayatnya.

Hal yang sama juga sering terjadi ketika banyak ulama, dai, dan mubaligh menyampaikan sebuah hadis. Mereka hanya menyebutkan bunyi hadis secara lengkap yang disertai pula dengan terjemahannya. Namun, sang dai, mubaligh, atau ulama tidak menyampaikan hadis itu riwayat siapa, terdapat dalam kitab apa, juz berapa, dan berapa nomor hadis tersebut. Bagaimana kualitasnya, sahih atau tidak, sering kali terabaikan. Akibatnya, para pendengar dan sebagian besar umat Islam pun hanya mendapatkan bunyi dan tidak tahu sumbernya dari mana.

Berkenaan dengan hal ini, kitab Fath al-Rahman layak dijadikan pegangan bagi para santri, dai, mubaligh, ulama, kiai, dan tokoh agama untuk mencari sumber ayat dan surah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

Harus diakui, kitab Fath al-Rahman ini memang tidak terlalu populer di kalangan umat, termasuk santri yang sehari-harinya berkutat dengan ilmu keagamaan. Jangankan santri; pengasuh pondok pesantren, dai, ataupun mubaligh tidak banyak yang menguasai kitab ini. Sebab, isinya memang tidak membahas topik tertentu dari ilmu-ilmu Islam, seperti tauhid (akidah), akhlak, tafsir, hadis, tasawuf, dan lainnya. Kitab ini justru mengulas kata-kata tertentu, nomor ayat, dan surah dalam Alquran. Kitab yang berjudul Fath al-Rahman Li thalib Ayat al-Qur`an ini secara khusus membahas cara mencari ayat Alquran.

Tidak populer
Di dunia pesantren pun, kitab ini tak banyak dibahas. Hanya beberapa santri yang menaruh perhatian pada kitab ini. Karena itu pula, kitab ini tidak diajarkan kepada seluruh santri. Sebab, tak ada aturan khusus atau kewajiban bagi santri untuk belajar kitab ini.

Santri yang tidak paham atau menguasai kitab ini tidak akan diberi sanksi apalagi sampai tidak diluluskan. Kitab ini hanyalah sebagai materi tambahan ilmu bagi santri. Namun demikian, tidak ada salahnya bila sebagian santri menguasai atau memahami isinya. Sebab, mereka yang memahami isi kitab ini akan mudah melacak atau mencari nama surah dan nomor ayat yang membahas topik tertentu.

Berkaitan dengan kondisi ini; banyak santri, dai, kiai, ulama, mubaligh, dan ustaz yang berceramah hanya menyampaikan bunyi ayat atau hadis dan tidak menyertakan sumbernya (dalam arti tidak menyampaikan nama surah dan nomor ayat). Karena itu, demi meningkatkan kualitas umat, ada baiknya para penyeru dakwah Islam ini juga menyampaikan dalil-dalil yang disertai dengan penyebutan nama surah dan nomor ayat atau kualitas hadis berdasarkan riwayat perawinya. Sehingga, umat akan terbiasa dan mudah mencari atau melacak kembali bila sewaktu-waktu dibutuhkan.

Semestinya, masalah ini menjadi perhatian serius dari Departemen Agama (Depag), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), atau pengelola sekolah Islam untuk memasukkan materi ini dalam kurikulum resmi di sekolah. Sehingga, ayat dan surah yang disampaikan para pengajar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan, santri atau umat Islam pun akan berusaha untuk membuktikan ucapan atau materi yang disampaikan itu dengan mencari dari sumber aslinya. Wa Allahu A'lam .

Melacak Surah dan Nomor Ayat

Kitab Fath al-Rahman adalah kitab yang membahas cara mencari surah dan ayat secara lengkap dalam Alquran. Dengan memahami kitab ini, seseorang akan mudah melacak surah dan nomor ayat Alquran kendati yang bersangkutan hanya hafal sebagian dari bunyi ayat tersebut. Kitab Fath al-Rahman ini bagaikan indeks Alquran atau kamus Alquran. Bedanya, bila kamus disertai dengan penjelasan makna ayat, kitab ini hanya kata dasarnya, lalu dilanjutkan dengan bunyi ayatnya.

Namun demikian, tidaklah mudah melakukan pencarian ayat Alquran dengan kitab ini. Sebab, mereka yang tidak menguasai ilmu sharaf (khususnya) akan kesulitan dalam mencari ayat yang diinginkan. Apalagi, kitab ini ditulis dengan bahasa Arab 'gundul' (tanpa harakat).

Kata dasar
Selain itu, mereka yang belum terbiasa atau belum pernah belajar kitab ini mungkin akan terasa sulit memahaminya. Sebab, di dalamnya hanya terdapat tulisan kata per kata dan beberapa singkatan nama surah. Kesulitan yang pasti didapatkan adalah bila seseorang tidak paham kata dasar dalam bahasa Arab. Misalnya, kata al-shiyam (puasa), seorang pelajar harus memahami terlebih dahulu kata dasar dari al-shiyam . Apa kata dasarnya, baru kemudian kalimat yang diinginkan.


Kata al-shiyam dalam Alquran disebutkan sebanyak dua kali, masing-masing dalam surah Albaqarah ayat 183 dan 185. Sedangkan, kata shiyam atau shiyaman disebutkan sebanyak empat kali. Masing-masing dalam surah Albaqarah ayat 196, Annisa ayat 91, serta Almaidah ayat 92 dan 96. Sedangkan, kata shiyam adalah bentuk jamak dari mashdar shawmun (shawm/shaum ).

Karena itu, untuk mencari kata al-shiyam , seseorang harus paham terlebih dahulu kata dasar al-Shiyam . Setelah tahu kata dasarnya, akan mudah pula melacak kalimat atau kata al-shiyam .Demikian pula dengan kata raaji'uun (dimulai dari huruf ra, alif, jim, ain, wawu, dan nun), asal katanya adalah raja'a (huruf ra, jim, dan ain). Kata raaji'uun ditulis sebanyak empat kali dalam Alquran. Masing-masing pada surah Albaqarah ayat 46 dan 156, Al-Anbiya ayat 93, dan surah Almu'minun ayat 61.

Misalnya, ketika ingin mencari kata yang berkaitan dengan menikahi wanita lebih dari satu orang (poligami), seorang pelajar atau pembaca kitab ini minimal mengetahui terlebih dahulu kata dasar yang diinginkan. Karena, ayat ini berkaitan dengan kata 'nikah', maka yang bersangkutan harus mencarinya pada kata nakaha .

Selanjutnya, harus dilacak kata ankihuu (alif, nun, kaf, ha, wawu, dan alif). Karena ayat yang berkaitan dengan kata 'menikah' lebih dari seorang ini dimulai dengan awalan huruf fa, kalimat yang dicari adalah kata fankihuu (maka menikahilah kamu sekalian). Bila tepat, kata tersebut akan dapat ditemukan pada surah Annisa ayat 3.

Adapun bunyinya adalah wa in khiftun alla tuqsithuu fi al-yatama fankihuu maa thaaba lakum min an-Nisa`i matsna wa tsulatsa wa ruba`. Fa inkhiftum alla ta'diluu fawaahidatan aw maa malakat aymanukum. Dzaalika adna alla ta'uuluu .Selain dari kata dasar nakaha tadi, ayat tersebut juga bisa dilacak dengan menggunakan kata dasar lainnya. Misalnya, kata qasatha (qaf, sin, dan tha`). Dari kata dasar tersebut, bunyi yang sama dengan ayat dimaksud adalah tuqsithuu .

Pada kitab Fath al-Rahman ini, kata tuqsithuu terdapat dalam tiga ayat pada tiga surah yang berbeda. Masing-masing pada surah Annisa ayat 3, surah Almumtahanah ayat 8, dan Alhujurat ayat 9. Secara khusus, yang berkaitan dengan masalah menikah lebih dari seorang itu hanya terdapat pada surah Annisa ayat 3. Demikianlah cari-mencari ayat atau surah dalam Alquran berdasarkan kitab Fath al-Rahman .


Singkatan
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan pula dalam menggunakan kitab ini adalah mengetahui daftar singkatan surah. Dalam kitab ini, sudah ditulis daftar singkatan surah. Namun, bagi yang tidak hafal dapat mencarinya pada cara atau petunjuk penggunaan daftar singkatan surah pada halaman awal kitab Fath al-Rahman .

Misalnya, surah Albaqarah disingkat dengan huruf ba dan qaf; surah Al-Anbiya ditulis dengan singkat huruf alif dan nun; Annas disingkat dengan huruf nun, alif, dan sin; serta Alhujurat disingkat dengan huruf ra, alif, dan ta. Demikianlah cara mempelajarinya.

Walaupun kitab ini tidak dianggap penting bagi sebagian orang karena tidak membahas materi-materi tauhid, fikih, tasawuf, atau lainnya; kitab ini sangat penting untuk dimiliki setiap dai, mubalig, kiai, ustaz, atau pengajar di perguruan tinggi Islam.

Sebab, kitab ini akan membantu umat Islam untuk melacak atau mencari kata, kalimat, surah, atau nomor ayat yang dibahas dalam Alquran. Apalagi, ketika seseorang hafal satu ayat atau sebagian dari ayat Alquran, namun untuk mencari nama surah dan nomor ayatnya, tidaklah mudah. Insya Allah, dengan tuntunan dari kitab Fath al-Rahman ini, ayat yang dicari akan terlacak dengan mudah. Wa Allahu A'lam. sya

Read More..